Indonesia tidak boleh melupakan
tingginya angka kemiskinan dan angka putus sekolah di kalangan masyarakat
bawah. Demokrasi hanya akan berarti, jika tidak ada lagi angka putus sekolah
dari SD sampai SMP akibat kemiskinan dan keterbelakangan.
Hanya dengan
generasi penerus yang terdidik dan cerdas serta bermoral, maka hari depan
bangsa bisa dibayangkan titik terangnya. Namun pendidikan di Indonesia semakin
lama semakin mahal. Program pendidikan gratis yang diterapkan pemerintah pun
masih dianggap belum efektif dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia. Masih
banyak dari mereka para petinggi negara yang menyalah gunakan kekuasaan mereka
dengan berkorupsi atau sebagainya..
Sehingga wajar
bila banyak anak-anak usia sekolah yang terpaksa putus sekolah akibat masalah
dana. Sebanyak 8 juta siswa SD sampai SLTP di seluruh Indonesia terancam putus
sekolah. Jumlah tersebut setara 20% hingga 40% siswa SD-SMP saat ini, yaitu
sekitar 40 juta siswa. Fakta 8 juta siswa yang terancam putus. Tingginya angka
anak-anak yang putus sekolah ini, ditengarai menjadi pangkal dari banyaknya
kasus eksploitasi anak di bawah umur, perdagangan anak (trafficking),
dan narkoba.
Kita sangat
prihatin terhadap tingginya angka putus sekolah akibat kemiskinan itu. Sudah
semestinya pemerintah maupun kaum kaya di Indonesia perduli dan berkomitmen
membantu mengatasi masalah tersebut.
Memang sejumlah perusahaan telah
menunjukkan kepeduliannya. Kita mengimbau kaum kaya dan pengusaha untuk
memberikan sumbangan bagi. Jika angka putus sekolah SD sampai SMA bisa diatasi,
masa depan generasi mendatang sudah pasti akan lebih baik dibandingkan masa
lalu yang ditandai dengan tingginya angka putus sekolah itu.
Sudah tentu, kebijakan pemerintah
untuk menyelenggarakan pendidikan murah atau gratis amat dinantikan oleh kaum
miskin, agar kehidupan mereka bisa bebas dari buta pengetahuan.
Adalah tugas dan kewajiban negara
dan masyarakat secara bersama untuk mencerdaskan bangsa dan menyelamatkan kaum
tak punya dari keterbelakangan. Ini penting agar delapan juta siswa sekolah
tidak putus di tengah jalan.
Banyak orang
tua yang saat ini menjadikan anak-anak mereka sebagai alat untuk mendapatkan
uang. Anak pekerja jaman sekarang mungkin kebanyakan dari kalangan keluarga
menegah kebawah yang kehidupan ekonomi mereka sangat amat kurang mencukupi
untuk kehidupan keluarga mereka sehari-hari, para orangtua mereka memutuskan
untuk mempekerjakan anak-anak mereka sesuai kemampuan mereka mungkin ada yang
ngemis atau bahkan ada yang ngamen ya macam-macam seperti apa yang sering kita
lihat di pinggiran-pinggiran jalan raya di kota-kota besar itu contoh kehidupan
anak pekerja sesungguhnya dengan terpaksa memutuskan pendidikan mereka dan
sekaligus memutuskan cita-cita yang stiap orang pasti punya cita-cita itu
terpaksa mereka hentikan karena faktor ekonomi yang mungkin kurang mendukung.
Sebenarnya bukankah pemerintah sudah menurunkan dana BOS untuk 9tahun belajar
ya setidaknya mereka mendapatkan ilmu pendidikan secara gratis tanpa pungutan
apapun, tapi jujur saja banyak sekali kalangan-kalangan yang sering
menyalahgunakan hal itu ya banyak sekali oknum yang ya bisa dikatakan curang.
Buktinya masih banyak sekali dimana-mana anak-anak yang putus sekolah bahkan
sama sekali belum pernah mengenyam bangku pendidikan secara layak, sangat
prihatin dengan keadaan calon anak-anak bangsa Indonsia yang sama sekali tabu
akan dunia pendidikan, ya saya tau memang sudah ada pejabat berpendudukan
tinggi di tahta mereka sekarang memegang kekuasaan yang tinggi yang memegang
urusan ini tapi semua ini saya rasa belum sangat maksimal, mungkin negeri ini
di butakan oleh hukum yang kadang masalah satu tapi meributkan dan melibatkan
banyak orang yang bahkan mereka tidak sempat melihat kebawah.
0 komentar:
Posting Komentar